Selasa, 25 Maret 2008
Ingin seperti air
Air hujan yang memberikan kesejukan di panasnya kehidupan
Air sungai yang mengairi sawah-sawah, permukiman hingga ke laut
Air terjun yang memberikan ketenangan dengan suara ngemerciknya
Air mata yang dapat memberikan kepuasan emosional
Mata air yang tak kan pernah kering, yang akan selalu menyirami setiap hati yang kering, memberikan kehidupan baru dan membuat hati terhanyut mengikuti alirannya yang bermuara ke lautan yang luas membentang, tempat berkumpulnya semua hati yang rindu pada ridho-Nya.
Tapi gw hanya setetes air yang tiada guna.
Minggu, 09 Maret 2008
Bahasa Bintang
Langit malam terbentang gelap kebiruan
Kecerian tertampilkan dengan cerahnya hamparan awan
Rembulan pun ikut memberikan sinarnya memambah keindahan
Suasana malam terasa sempurna dengan semilir anginya berhembus tenang
Gugusan bintang tersusun indah membentuk barisan rasi
Berjuta bintang saling berkelip seolah mereka berbicara
Berbicara tentang bahasa hati
Berbicara tentang bahasa cinta
Di sudut
Sendiri tak berada di tengah-tengan gugusan rasi
Sepi jauh dari germelap kelipan bintang-bintang
Bintang yang lain, rembulan, angina bahkan langit tak perduli
Kelipannya usang menggambarkan kesedihan
Cahayanya redup menggambarkan ketidakberartian
Keberadaannya menggambarkan kesendirian
Kau tetap memberikan kepada semua yang bisa kau berikan
Tak tampak lagi di dirinya bahasa hati
Tak tampak lagi di dirinya bahasa cinta
Yang ada pada dirinya hanya bahasa kebisuan
Yang tertinggal pada dirinya hanya bahasa kesedihan
Apakah kelipmu masih dibutuhkan semua
Apakah sinarmu masih mewarnai langit
Apakah keberadaanmu masih diperdulikan
Tetaplah bersinar walau dalam kesendirian, kesedihan dan ketidakberartian
Selasa, 04 Maret 2008
Sawah, Hutan dan Lautku
Hamparan sawah hijau menguning begitu luas
Burung-burung menari dan berkicau menyanyikan lagu gembira
Anak-anak kecil bermain bersama kerbau penuh canda tawa
Pak tani mengayunkan cangkulnya dengan penuh senyuman
Satu per satu hamparan sawah berkurang dan menghilang oleh keserkahan manusia
Kini berdiri gedung-gedung yang menjulang penuh keangkuhan
Tak lagi kulihat tarian burung-burung, canda anak-anak dan cangkulan Pak tani
Tak lagi kudengar kicauan burung-burung, tawa anak-anak dan senyuman Pak tani
Hijaunya hutan terbentang luas mewarnai alam
Memberikan kesejukan bagi kita dan alam sekitar
Tempat tinggal hewan-hewan yang selalu menyanyikan lagu kehidupan
Sumber air dan oksigen serta penetral alami terbesar carbon
Hijaunya hutanku sedikit demi sedikit hilang dari bumi katulistiwa
Habis oleh keserakahan dan keangkuhan manusia
Tak ada lagi nyanyian lagu kehidupan yang terdengar hanya lagu kematian
Tak ada lagi kesejukan udara yang kurasa di alam
Biru laut memberikan kenyamana bagi makhluk yang hidup didalamnya
Berjuta-juta jenis ikan dan karang tersaji di indahnya taman laut
Suara deruan ombak menyanyikan lagu keceriahan
Mengiringi pelaut mencari nafkah di luasnya lautan
Kini kenyamanan itu sudah tak ada lagi
Berjuta-juta ikan dan karang mati oleh keegoisan manusia
Lagu keceriahan ombak berubah menjadi lagu kemarahan
Laut seolah tak mau memberikan nafkahnya kepada pelaut
Dimanakah kini hijau menguning sawahku
Dimanakah kini hijau hutanku
Dimanakah kini biru lautku
Dimanakah kini Indonesiaku yang dulu
Telah tampak kerusakan di alam ini oleh keserakaha, keangkuhan dan keegoisan manusia
Alam yang diamanahkan oleh Sang Kholik kepada manusia tak terpelihara
Wahai manusia yang serakah tak ingatkah amanat yang engkau embank dari-Nya
Wahai manusia yang sombong tak takutkah engkau kepada azab-Nya
Bukankah Allah telah mengajarkan kepada kita melalui Rasul-Nya
“Sayangilah apa-apa yang ada dimuka bumi niscaya kamu akan disayangi oleh Dzat yang ada di langit”. (HR. Thabrani dan Hakim)